Sejak dikeluarkannya UU No 9 Tahun 1976 tentang Narkotika, pemerintah memberikan sanksi pidana kepada pengguna narkotika. Hukuman pidana yang diberikan kepada pengguna narkotika terus meningkat sampai dikeluarkannya UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Namun pemberian sanksi pidana kepada pengguna narkotika tidak membawa dampak menurunnya angka perdagangan gelap narkotika, malah justru menimbulkan permasalahan baru. Karena tidak adanya pemisahan yang tegas antara pengedar narkotika dan pengguna narkotika, yang mengakibatkan pemerintah kehilangan fokusnya dalam mengatasi dan menangani permasalahan narkotika di Indonesia.
Untuk itu beberapa kalangan kemudian mengemukakan pentingnya bagi Indonesia untuk menerapkan dekriminalisasi yang lebih progresif, yaitu dekriminalisasi pengguna. Dalam model dekriminalisasi itu, penggunaan narkotika (biasanya juga kepemilikan Napza dalam jumlah tertentu) tidak lagi menjadi objek hukum pidana. Penting bagi masyarakat sipil untuk terus mengawal rancangan kebijakan tentang narkotika, untuk memulai langkah ini, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Rumah Cemara, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) dan Koalisi 35, aliansi untuk revisi UU narkotika, menyusun paper dasar yang akan menjadi titik tolak bagi proses revisi UU Narkotika.